Selingkuh

“Aku benci jatuh cinta.”

“Berhenti ngomong kayak gitu, Lin. Cuman kamu yang nganggap begitu.”

“Tapi cinta itu memang bullshit.

Ratih memandangku dengan pandangan prihatin. Sahabatku itu hanya bisa menghela napas dan mendengarku pasrah. Aku tahu ia telah bosan mendengar keluhanku tentang cinta, tapi sebagai sahabatku, ia tak pernah menunjukkannya secara terang-terangan padaku.

“Kali ini tentang apa?” Ratih menatapku datar; tahu kalau aku akan curhat habis-habisan setelah ini.

Aku menghela napas dengan kasar sembari mengambil tempat duduk tepat di depan Ratih; sial, rasanya benar-benar ingin meledak.

“Rio selingkuh sama Belinda! Dan aku putus sama dia!” jeritku cukup nyaring, beberapa orang menoleh ke arahku, tapi aku tak peduli, begitu juga Ratih—gadis berambut pendek itu sudah terbiasa.

“Oh ya? Terus?”

“Cuman itu?”

“Memangnya apa yang kamu harapin?”

“Rasanya aku pengen nyekek kamu deh, Rat.”

Ratih terkekeh geli, memandangku tanpa dosa. “Memangnya aku harus ngomong apa, Lina? Bukannya pacar-pacar kamu sebelum ini juga begitu?”

“Iya sih, tapi…” aku diam, ada rasa berat bercampur sedih di hatiku mengakui kalau hubungan percintaanku tak pernah berjalan mulus—malah berakhir tragis. “Kenapa sih mereka bisa tega kayak itu?”

“Masalahnya bukan pada mereka, tapi kamu, Lin,” jawab Ratih tenang sambil menyesap es teh hijau di hadapannya yang sedari tadi belum sempat ia teguk karena aku keburu datang dan mengacaukan istirahat siangnya.

“Maksud kamu?” aku bertanya bingung padanya.

“Apa sih yang ada pada diri kamu yang bikin pacar-pacarmu selingkuh?”

Aku terdiam. Sedikit-banyak memahami apa yang Ratih coba katakan padaku.

***

Aku tak pernah pacaran lebih dari tiga bulan. Lima pacarku terakhir—atau mungkin lebih—semuanya berakhir dengan kata putus dan alasan yang sama. Selingkuh.

Padahal aku merasa diriku tak memiliki kekurangan yang berarti. Misalkan saja wajahku, meski tak secantik Kim Tae Hee; artis Korea itu, aku cukup berbangga hati dengan wajah oriental dan kulit putih milikku yang diidam-idamkan kebanyakan gadis remaja di Indonesia. Aku juga supel, temanku banyak meski hanya Ratih yang menjadi sahabatku. Selain itu aku juga cukup aktif di eskul dance dan nilai sekolahku pun tak begitu buruk. Rata-ratalah. Pokoknya aku oke. Oke dijadikan pacar, dan oke diajak jalan.

Tapi kenapa mereka tak pernah setia? Apa yang bikin mereka memilih selingkuh? Apa yang bikin mereka begitu padaku?

“Kamu ngebosenin, Lin.”

What?!” aku menoleh belakang dan menemukan seorang cowok sudah berdiri di sana.

Aku tahu dia, namanya Rico. Hanya satu hal yang sedikitnya bisa aku deskripsikan tentangnya. Cowok berandalan. Rambut hitam pendeknya itu selalu acak-acakan, dan ada tindik kecil di kuping sebelah kirinya. Sering dipanggil ke ruang BK karena bolos atau belum juga melepas tindik di telinganya itu. Selain itu ia punya kebiasaan makan permen berbentuk bola berbagai rasa. Karena aku sekelas dengannya, aku tahu di lacinya banyak sekali bungkus-bungkus  permen yang sudah dimakan, setengah dimakan, atau belum dimakan sama sekali. Terkadang aku jengkel karena setiap kali piket—dan aku baru saja piket tadi pagi—aku harus menghabiskan waktu sepuluh menit hanya untuk membersihkan bangku dan mejanya yang kotor itu. Memisahkan permen-permen yang masih utuh dengan sampah dan sisa-sisa permen lainnya lalu membuang sampah-sampah itu. Huh.

“Memangnya kamu tahu apa?” kataku ketus, sembari  menumpuk kaki dan melipat kedua tanganku di depan dada.

“Ya tahulah, aku kan cowok,” jawab Rico, lalu duduk di sebelahku.

“Cowok itu cepet bosan.” Rico bicara lagi sambil merogoh saku celana abu-abunya, dia pasti mau ngambil permen, “Okelah kalau kamu itu emang cocok dijadikan pacar, tapi para cowok juga perlu cewek yang unik selain menarik.” Tuh kan! Rasa apa itu? Stroberi? Dasar. Berandalan kok suka makan permen. Stroberi lagi!

“Heh! Kamu dengerin aku gak, Lin?”

“Dengerin kok,” dustaku.

“Liat apa sih?” tanya Rico akhirnya, sepertinya dia mulai berpikir kalau berbicara denganku itu percuma.

“Gak, heran aja. Kenapa berandalan kayak kamu suka makan permen kayak gitu.”

“Ini?” Rico mengangkat permen yang belum sempat ia buka bungkusnya. “Suka aja. Emang kenapa?”

“Ya kan aneh,” jawabku ringan.

“Memang berandalan harus ngerokok biar kelihatan berandalannya?”

“Lha, biasanya kan gitu,” sahutku; membela anggapanku.

“Aku beda. Soalnya aku kayak gini cuman buat iseng,” kata Rico tak mau kalah.

“Ngapain mesti repot-repot kayak gitu?”

“Biar orang gak bosen sama aku.”

Aku terdiam dan memandang Rico lekat. Sebenarnya apa yang cowok ini pikirkan?

“Kamu nyindir aku?” tuduhku, tanpa takut cowok itu tersinggung, “lagian dari mana kamu tahu apa yang terjadi sama aku sekarang ini?”

Rico hanya tertawa kecil sambil membuka bungkus permennya dan memasukkan kembali bungkus itu ke saku celana; sepertinya ia tak membuang bungkus permen itu di tempat lain kecuali laci mejanya.

“Siapa sih yang gak kenal kamu Lin? Cewek yang sejak masuk SMA ini sudah pacaran lebih dari lima kali tapi semuanya selalu berakhir tragis dengan perselingkuhan?”

Shit,” umpatku, “Dasar cewek-cewek penggosip.” Aku mulai mengutuki kubu penggossip di SMA-ku—yang aku tak peduli dikepalai oleh siapa, di dalam hati.

“Makanya kamu harus berubah.” Rico memasukkan permen rasa stroberi itu ke mulutnya, kemudian menatapku.

Aku balas menatap Rico sinis; sedikit tersinggung dengan ucapannya. “Memangnya apa yang salah? Aku merasa baik-baik saja.”

“Jadilah cewek unik. Jangan jadi cewek biasa-biasa aja!” kata Rico setelah mengeluarkan permen dari mulutnya. “Jangan jadi cewek yang langsung mau diajak kenalan, langsung mau di ajak kencan, langsung mau dijadiin pacar, langsung mau diapa-apain. Jual mahal sedikitlah! Masa begitu saja gak tahu sih! Kalau begitu, selain cowok cepat bosan, mereka juga gak menemukan tantangan sama sekali jadi pacar kamu.”

Aku mematung; tak tahu harus bereaksi seperti apa. Semua kesadaran akan sikapku itu datang terlalu cepat hingga membuatku syok sendiri.

“Dan alasan mereka selingkuh juga begitu.” Rico mengacung-acungkan permennya ke wajahku dan menatapku lekat. “Mereka gak bisa mutusin kamu karena gak punya alasan yang kuat buat ngelakuin itu. Dan karena bosan, merekapun nyari selingan dengan selingkuh. Toh dengan begitu akhirnya mereka punya alasan buat putus sama kamu.”

“Sialan.” Aku mengumpat lirih. Memikirkan kenyataan itu mulai membuat kepalaku sakit, “Lalu apa yang harus aku lakuin sekarang?” Aku bertanya, terdengar sangat putus asa.

Rico tak langsung menjawab pertanyaanku itu. Cowok itu hanya mendengung aneh sambil menggigit-gigit kecil permennya. Emmh, kalau diperhatikan, wajah Rico cukup cute  ketika ia seperti ini.

In fact, wajah Rico memang gak jelek sih, malah termasuk di atas rata-rata karena bersih dari jerawat dan punya lesung pipi yang manis di pipi cubby-nya itu. Kulitnya pun coklat bersih, gak hitam legam kayak anak berandalan kebanyakan. Dan hei, kenapa aku baru sadar sekarang? Rico bahkan terlihat cukup keren dengan rambut berantakan dan tindik di telinganya itu.

“Lin…”

“Apa?”

Rico menatapku, kemudian tersenyum seraya mengeluarkan permen dari mulutnya. Manis sekali. Eh? Apa yang aku pikirkan!?

“Sebenernya aku sudah lama merhatiin kamu, Lin…”

Wow, wow, wow! Apa ini? Kenapa tiba-tiba saja suasana berubah jadi gini? Aduh! Jantungku!

“Kamu pasti tahukan kalau laci mejaku itu kotor banget sama bungkus-bungkus permen yang aku buang ke sana?”

Aku mengangguk-angguk kaku, tiba-tiba saja jantungku berdebar aneh.

“Biasanya orang-orang yang piket bakalan ngelewatin laci mejaku begitu aja karena mereka malas ngebersihin mejaku yang terlalu kotor itu.” Rico memulai ceritanya, mentapku sembari tersenyum, sementara jantungku tak urung bekerja normal, “Tapi cuman satu hari aku menemukan laci mejaku begitu bersih bahkan sampah-sampah tepisah dan terbuang dengan permen-permen yang masih utuh.”

Tatapan Rico semakin lekat, dan jantungku semakin berisik. Aku memang sudah sering pacaran, tapi baru kali ini aku merasakan debaran dahsyat seperti ini. Hei! Mana mungkin aku jatuh cinta pada berandalan ini kan?!

“Dan hari itu adalah hari di mana kamu piket, Lin. Selasa, hari ini.” Senyum Rico melebar dan aku mulai merasakan wajahku menghangat.

“Pagi tadi aku penasaran dengan siapa yang membersihkan laci mejaku itu. Jadi aku datang lebih pagi dan mengintip. Dan ternyata aku menemukan kamu sedang membersihkan mejaku itu.” Rico tertawa kecil, dan aku hanya bisa menggigit bibir. Dia terlalu cute! “Memang sih kamu ngebersihinnya sambil mencak-mencak dan ngomel, tapi kamu tetap membersihkannya kan?” Rico tertawa lagi.

“Dan hari ini, aku menemukan keunikan diri kamu yang gak ditemuin sama mantan-mantan kamu sebelum ini.” Oke, Lina! Bernapas dengan benar. Bernapas dengan benar. Tanggal berapa ini? Ini bukan April Mop kan?

“Lina, kamu mau jadi pacarku?”

Oh, tidak! Mataku keluar! Apa-apaan ini?!

Aku terpaku untuk beberapa saat dan menatap Rico takjub. Aku nyaris berkata’iya’, jika saja aku tidak mengingat apa yang beberapa saat yang lalu Rico katakan padaku. Dia bilang… jangan langsung mau dijadiin pacar ‘kan?

“Maaf, Rico. Seperti yang kamu bilang tadi, aku harus jadi cewek unik kan?”

Rico menaikkan satu alisnya dan menatapku bingung. Tapi beberapa saat kemudian dia menurunkannya lagi dan tertawa kecil. Sepertinya, Rico sudah tahu apa yang coba aku ungkapkan padanya.

“Maaf ya, aku gak mau jadi pacar kamu.”

Dan Rico hanyut dalam tawa. “Gak seharusnya aku ngomong gitu kalau aku tahu jadinya kayak gini,” ujarnya di sela tawa, dan aku pun ikut tertawa; menikmati tawa Rico yang terasa lucu di telingaku.

Well, seenggaknya, aku punya curhatan baru untuk Ratih ‘kan? Hahaha.

 

 

 

14 respons untuk ‘Selingkuh

  1. Jadi… Lina ini jadian sama Rico apa gak? hahaha
    Alurnya emang ketebak, si Rico pasti nembak Lina. Tapi lagi-lagi aku suka dengan prosesnya. Temanya juga jarang aku temui (selama menjelajah FF, cerpen baru kali ini baca di kamu).

    Ada beberapa masukan aja nih dari aku :
    1. Perduli, yang benar itu peduli. Aku udah ngecek di KBBI dan kata ‘perduli’ gak ditemukan.
    2. Mangkanya. Itu terdiri dari kata dasar ‘mangka’ dan akhiran -nya? Aku juga nyari di KBBI gak ada kata dasar mangka, jadi yang benar itu makanya. Kata ‘maka’ itu adalah kata penghubung untuk menyatakan hubungan akibat. Nah sesuai deh sama konteks kalimat kamu ^^
    3. Dasyat, yang benar itu dahsyat.
    4. Terus mau nanya aja, itu ‘samasekali’ atau ‘sama sekali’ ya yang bener?

    Well done, semangat terus yaaa 🙂

    1. ROGER, Kakak, baru aja saya revisi ulang dan rombak semuanya. Terima kasih sudah membantu saya merevisi cerpen lama saya. Hahahaha. saya kebetulan emang males ngerevisi sendiri, mata pembaca lebih jeli dari saya. Sekali lagi, terima kasih ya.^^

  2. Aloha. Saia mampir ya, mumpung gak ada kerjaan haha 😀
    Ceritanya manis banget deh, dek. Bener kata Kim Nara, emang ceritanya sudah bisa ditebak, kalau Rico bakal menembak si Lina, tapi beneran yang paling belakangnya itu lucu deh. Dan, saia mempertanyakan hal yang sama, si Rico mewajari jawaban Lina, itu belakangnya beneran mereka jadi deket gak? Bikin sekuel dong /digampar. Penasaran ih. Oya, pengen mengungkit hal menarik lainnya nih, saia suka caramu mengambil sudut pandangnya. Kalau teenage love mending asyiknya dijadikan dairy gini deh. Ya, walaupun saia gak tau ini berdasarkan pengalaman pribadi atau nggak, tapi saia demen liat celetukan-celetukannya, bikin ngikik juga gitu lho. Pas si Lina nyindir Rico makan lolipop stroberi apalagi. Apa banget deh itu, tampang preman eh, ngenyot lolipop stoberi…. kurang garang, jek. Tapi justru itu sih konyolnya, sembari gak nyangka juga dia bisa bersikap gentle gitu, kasih jurus-jurus jitu ke Lina biar gak dikibulin cewek ‘ ‘b
    Terakhir buat kritikannya, er… kaenya saia bisa memahami deh, di situasi kamu sekarang ini kamu bisa produktif aja, saia udah two thumbs up banget dek. Kamu emang penulis sejati 😀 tapi mari disimak deh kritikannya (perasaan tadi gue OOT kagak jelas) /diganyang.
    1. sendari > sedari
    2. “Ya kan aneh,” kawabku ringan. > jawabku (misstyped)
    3. Memasukan > memasukkan.
    4. Menaikan > menaikkan.
    Dan untuk samasekali, seharusnya itu diberi spasi (menanggapi komentar Kim Nara) 😀
    Fiksi yang keren dek, keep writing ya 😀
    saia mau mampir ke fiksi yang satunya lagi.

    1. You know, Kak Zura, Apa yang aku suka dari komentar Kakak itu?
      Kakak selalu kasih saya sisi terbaik dari tulisan saya secara lengkap dan membuat saya melambung ke awang-awan sebelum akhirnya Kakak mengungkapkan bagian terburuknya. Hahahaha. I like in that way, soalnya komentar pertama Kakak itu selalu bikin saya senyum2 sendiri baru deh saya dengan senang hati merevisi tulisan saya.

      ROGER, Kak, sudah direvisi dan diedit ulang. Banyak yang dipotong, semoga gak begitu mempengaruhi. Hehehe. Terima kasih banyak ya Kak.

  3. iri liat komen yang lain #gigit jari…
    emak sabar aja yah kalau liat komen sya yang ga jelas bin aneh di cerita2 emak.
    karakter Lina ngingatin sama seseorang… tapi sayangnya belum ada yang ngenasehatin dia kayak Rico dan aku yang jadi bulan-bulanan untuk nampung curhatan dia…
    #meratapi nasib *kok jadi curcol* hahaha
    btw, jangan berhenti nulis ya mak… love all your story ^^

    1. Ngapain iri, Indah? Hahaha, komentar kayak gini aja emak sudah senang sekali.

      #pukpuk Semoga temen kamu diberikan ketabahan ya, dan semoga dia juga bisa dengan cepat menemukan Rico-nya. Amin.

  4. Tuh kan! Rasa apa itu? Stroberi? Dasar. Berandalan kok suka makan permen. Stroberi lagi!

    ^ sumpah ngakak bacanya.

    SUKA!! Saya paling suka penyelipan moral dengan tutur bahasa yang menarik dan halus secara tidak langsung menyindir remaja-remaja kebanyakan yang suka hal-hal instan sehingga tanpa sadar melupakan jati diri mereka.

    Bad boys forever, hihi… go Rico, go Rico!

    1. Yeaaaah! Bad Boy Forever! *arak Rico* Saya suka cowok berandalan kayak gini, pasalnya mirip tokoh-tokoh manga. Kekekeke~ Terima kash sudah membaca+komentar ya Kak Omi, semoga Kak Omi senang. ^^

  5. lagi-lagi cerita yang bagus. The sweet one.

    Baca tulisan kamu bikin aku pengen balik jadi gadis indonesia sejati yang amat menggemari novel indonesia atau sekedar teenlit. Aku udah lama ga melirik fiksi beginian semenjak addicted sama FF #curhat #diusir dari wp

    Rico tipe bad boy ganteng favoritku ;p

    1. Hahaha, saya juga, Kak. Saya sudah lama enggak megang teenlit dan cheklit. Kalau liat di toko buku asal liat cover sama sinopsisnya doang, terus ditinggalin. Hahahaha. Makanya saya bikin beginian, mungkin sebagai pelepas rindu sama novel-novel teen yang dulu sangat saya gemari.

      Kyaaa, Rico punya saya, Kakak! <—– suka cowok bad boy juga

      Terima kasih sudah membaca tulisan saya dan mau menjejak kata ya kak, silakan datang kembali ^^

Tinggalkan Balasan ke Benedikta Sekar Batalkan balasan