[Resensi Buku] Melbourne: Rewind – Winna Efendi

Melbourne Rewind

Judul                     : Melbourne: Rewind

Penulis                 : Winna Efendi

Penerbit              : Gagas Media

Terbit                    :  2013

Tebal                     : 328 halaman

Rate                       : 4 / 5

Kalian suka baca buku sambil mendengarkan lagu? Tapi kadang-kadang lagu-lagu itu gak singkron dengan apa yang dibaca dan bikin kalian gak mood baca lagi? Hahaha. Melalui Melbourne: Rewind, Kak Winna Efendi memberikan solusinya.

Di lembar awal, kalian akan menemukan track list lagu yang dibagi menjadi empat bab—rewind, pause, play, fasr forward—masing-masing bab itu memiliki empat lagu yang menggambarkan setiap cerita yang terjadi di dalam cerita. Benar-benar membuatku tertarik dan akhirnya men-download semua lagu tersebut yang bertotal 16 lagu dan mendengarkan lagu-lagu tersebut sesuai setiap bab cerita yang tengah kubaca. Dan ternyata, lagu-lagu itu keren semua! Yang paling kusuka adalah Kiss Me Slowly-nya Parachute, One and Only-nya Teitur, dan Life After You-nya Daughtry. Bahkan setelah aku menuntaskan novel ini, aku masih mendengarkan lagu-lagu itu berulang kali.

Okay, cukup untuk sesi unik dari novel ini, langsung aja ke jalan ceritanya. Well, tema utamanya sih simple, CLBK (cinta lama bersemi kembali). Cuman Kak Winna mengemasnya dengan sangat epic dengan melibatkan perasaan para tokoh utama dalam cerita ini.

Si cewek bernama Laura dan si cowok bernama Max. Mereka dulu pacaran saat kuliah di Melbourne, Laura di jurusan perbankan dan Max jurusan yang ngurusin soal cahaya—karena cowok ini rupanya terobesesi sekali dengan cahaya. Ketemuan awalnya saat si Max ngambil walkman-nya Laura di tempat barang hilang karena ngira kalau walkman itu gak ada yang punya. Lalu, gitu deh, mereka kenalan ngerasa cocok satu sama lain dan akhirnya pacaran.

Mereka pacaran dengan cara yang berbeda, mereka pacaran karena masing-masing dari mereka telah terbiasa satu sama lain dan tahu luar dalam. Salah satunya selalu menghabiskan waktu di sebuah café  yang bernama Prudence. Di tempat ini pertama kali mereka berkencan dan mulai merasakan getar-getar cinta (wetseh!).Tapi sayang, mereka pacaran gak lama, mereka harus putus ketika salah satu pihak memiliki mimpi yang sangat besar.

Mereka akhirnya ketemu lagi beberapa tahun kemudian, si Laura sudah jadi penyiar radio midnight dan si Max jadi penata cahaya atau lighting di konser-konser. Mereka ketemu tanpa saling adu argumen, justru mereka bertemu dan menjalani hari-hari yang sama seperti yang mereka jalani saat pacaran dulu. Mereka merasa tak punya beban karena mereka gak pacaran lagi. Mereka nyaman menjadi teman saja.

Yeah, itu sih yang mereka harapkan, tapi ujung-ujungnya ya sudah dapat dipastikan kalau mereka punya rasa lagi (if you know what I mean lah). Konflik lainnya adalah saat Laura berkenalan dengan evan yang merupakan pacar Cee, sahabatnya. Evan ternyata adalah pendengar rutin siaran radionya dan memiliki selera musik yang sama persis dengan Laura. Laura benar-benar merasa menemukan orang yang cocok dan tiba-tiba saya benih-benih cinta tumbuh di hatinya; sejenak melupakan kehadiran Max yang selalu ada untuknya. Tapi menurutku konflik ini sih cuman sekedar pemicu klimaks ketika Max akhirnya bilang kalau dia… Uhuk, apa ya? Cek sendiri ya di bukunya! Hahaha.

Poin plus dari buku ini sudah jelas konsepnya sepert track list lagu itu. Sooooo, genius! Baru pertama kali beli buku yang menghadirkan lagu sebagi soundtrack setiap cerita. Love. Terus, penggunaan sudut pandang orang pertama yang dibagi dua antara Max dan Laura juga keren, dapet banget feel-nya. Memang cocok untuk menceritakan novel dengan konflik seperti ini karena kita perlu tahu perasaan masing-masing individu utamanya 😀 Terakhir, soal latarnya, meski hanya berkisar tentang musik, aku sangat menikmati penggambarannya yang bagus. Festival musik, bioskop di atas atap, dll. Nice to know ada hal-hal seperti itu di Melbourne. Makasih Kak Winna!

Dengan semua kelebihan itu, pada awalnya mau kasih buku ini bintang 4,5 sih, tapi aku kurangin jadi 4 karena beberapa alasan. Pertama, the ending make me mencak-mencak. Masalahnya, mungkin karena ketiadaan dialog, memang narasinya super bagus dan ngejelasin segalanya. Kalau dengan hanya duduk di depan Max kembali di café Prudence, itu tandanya Laura telah menuntaskan penantian cowok itu dan rujukan. Tapi yah, rasanya ada yang kurang gitu, kayak makan nasi goreng gak pake garem. Hambar. Well, mungkin ini terdengar sedikit subjektif sih, tapi itu pendapatku.

Kedua juga yang terakhir, Konfliknya kurang gereget. Intinya CLBK, si cowok sadar kalau dia masih ada rasa, pemicunya untuk ngaku karena si cewek suka pacar sahabatnya sendiri. Cemburu, gitu sih. Somehow, terasa terlalu simple untuk buku 328 halaman. Ada sih intrik-intrik tentang cerita masa lalu, tapi enggak cukup kuat untuk menopang ceritanya 😦 I want more. Hehehe.

 Yak, jadi kesimpulannya bintang 4 ya, minus satu bintang karena ending-nya yang gitu dan konflik-nya yang kurang gimana-gimana. Buku ini sangat cocok untuk kalian yang suka dengar-dengar lagu lawas atau suka mendengarkan musik sembari membaca. Ada kesan dan perasaan tersendiri yang akan kalian dapatkan dari buku ini.

Ayo, dengarkan!

23 respons untuk ‘[Resensi Buku] Melbourne: Rewind – Winna Efendi

  1. Annyeong^^

    Kok berasa nggak asing yah sama nama penulisnya.

    Ini jadi geregetan pengen beliiii. Malah pake soundtrack lagu lagi, ada daughtry juga.. aahhh. *nabung*

    1. Annyeong Kak Black Pearl! 😀 Boleh tahu saya bisa panggil apa?

      Wah, mungkin Kakak pernah melihat nama Winna Effendi di toko buku kali ya. Soalnya buku-buku beliau memang banyak beredar di toko buku.

      Harus beli! Gak bakal rugi dan menyesal 😀

      1. Panggil ifa aja 😀

        Tapi.. tunggu dulu. Aku ini 98line 😀 hehe, baru lihat-lihat post-an yang diatas dan sadar harusnya saya yang manggil Kakak. Mianhe…

        Kalau nggak salah Winna Effendi yang nulis Refrain bukan?

      2. Oh, Oke, Ifa ya. Hallo! 😀

        Hahaha gak papa, santai aja sih, saya malah senang dipanggil adek *kedip2*

        Iyup! Tapi jujur, saya baru baca karya Winna yang ini. Katanya sih Winna selalu suka nulis cerita antara cinta dalam persahabatan gitu sih. Di sini juga nyaris sama, cuman dikemas dalam CLBK.

  2. Wah aku baca resensinya jadi tertarik untuk membaca buku ini. Pertama aku tertarik karena telah disediakan list lagunya, kedua aku tertarik karena setting tempatnya di Melbourne. Terima kasih ya atas resensi yang cukup menggiurkan ini 🙂

    1. Halo Kak Suci! 😀 terima kasih sudah bersedia mampir untuk baca resensi saya ini.

      Buku ini sebenarnya buku yg paling bagus di antara serial stpc yg lain. Rekomendasikan deh! Gak bakal nyesel belinya 😀

Tinggalkan Balasan ke Black Pearl Batalkan balasan