[Coretan Dicta] Memulai Sebuah Perjalanan

20140717_071037

Banyak orang yang tidak ingin memulai sebuah perjalanan dengan berbagai alasan. Kebanyakan alasan mereka berkisar tentang: ‘aku sudah nyaman berada di sini’, ‘untuk apa pergi ke tempat yang penuh risiko’, ‘aku masih punya pekerjaan yang harus kuselesaikan’, ‘aku tidak punya waktu, ‘aku malas’, dan ‘aku takut’. Hingga pada akhirnya, orang-orang tersebut terkurung dalam zona aman mereka dan membiarkan hidupnya dipenuhi dengan realitas yang berlaku otomatis.

Kalau boleh jujur, aku juga bukan seorang pemberani, aku juga masih ingin berada di zona amanku dan menghindari kemungkinan-kemungkinan untuk gagal. Tapi kemarin, setelah aku mengalami kegagalan pertamaku dalam hidup dan aku pun  menulis sesuatu yang bahkan diriku sendiri merasa takjub karenanya. Maka, kuputuskan untuk memulai sebuah perjalanan singkat yang sejak kemarin-kemarin kutunda karena berbagai alasan yang sudah kusebutkan di atas.

Perjalanan ini sebenarnya bukan perjalanan penuh petualangan seperti di film-film laga, aku hanya melakukan perjalanan dari rumah ke toko Mama yang berjarak kurang lebih empat sampai enam kilometer. Tapi mengingat jalan yang penuh dakian dan turunan yang memang merupakan medan jalan di kampungku, Muara Teweh ini, tentu saja hal itu menambah berat perjalanan yang kutempuh dengan berjalan kaki ini.

Semalaman aku tidak bisa tidur memikirkan apa-apa saja yang harus aku lakukan untuk mempersiapkan perjalanan ini. Tapi aku sadar kalau aku tidak perlu menyiapkan apa pun karena hal itu hanya akan membebaniku sepanjang perjalanan. Lalu, saat pagi tiba dan aku berkata pada Mama kalau ia boleh membawa motor  karena aku akan berjalan dari rumah ke toko, Mama bilang seperti ini padaku:

“Ngapain pakai jalan kaki segala! Gak usah macam-macam! Nanti kamu dikira orang stress! Coba dengar apa kata Mama!”

Detik itu juga, bukannya menurut, semangat untuk berjalan kaki dari rumah ke toko itu langsung membara seperti kobaran api. Hahaha. Aku langsung masuk kamar mandi, sikat gigi dan cuci muka, menunggu Mama pergi ke toko terlebih dahulu lalu keluar. Buru-buru aku melahap dua potong pisang di meja dan memasukan handphone serta botol minum ke tas.

“Mbok! Aku mau jalan kaki ke toko, kalau Mama telepon, bilang aja aku sudah di jalan!” Itu kataku saat berpamitan sama asisten rumah tanggaku. Si Mbok nurut saja, meski sebelumnya terpekik kaget dengan ide itu. Hahaha.

So, here I go! Kumulai perjalananku dengan melintasi turunan pertama yang berada tidak jauh dari rumahku yang ada di atas bukit.

20140717_071105

Beberapa ratus meter pertama aku menikmati perjalananku sembari mendengarkan musik dari headset. Aku pikir, aku bisa dengarkan lagu agar perjalananku ini menjadi tidak terasa melelahkan, tapi kemudian aku sadar bahwa hal itu malah menyalahi esensi tujuanku untuk memulai perjalanan ini. Aku memulai perjalanan ini untuk merenungi hidupku dan bermeditasi, menantang diriku sendiri kalau aku bisa melakukan sesuatu yang berbeda dari yang selama ini aku lakukan.

Menyumpal telinga dengan musik keras sama saja dengan mengabaikan suara-suara lain yang seharusnya bisa kita nikmati. Jujur saja, di kota sana apa kalian pernah mendengar suara burung liar yang berkicau di tengah hutan? Pasti tidak kan? Nah, dengan menikmati perjalanan tanpa menyumpal telinga aku mencoba untuk mendengarkan suara-suara seperti itu; menikmati semua suara yang perjalanan singkat ini tawarkan. Selain itu, dengan tidak menyumpal telinga ini pun aku bisa mendengar suara-suara klakson motor yang memperingatkanku kalau aku berjalan terlalu ke tengah. Padahal seingatku aku sudah berada di pinggir sekali, mungkin karena tinggal di kota yang jarang sekali pengendara motornya jadi mereka sangat hati-hati sekali dengan pejalan kaki hingga memencet klakson meskipun jalan begitu sepi.

Dan menurutku, hal itu sama seperti yang terjadi di hidup ini. Kita menjalani kehidupan bukan untuk menyumpal telinga dan menikmati dunia kita sendiri, kita juga perlu membuka lebar-lebar telinga kita untuk mendengarkan manisnya pujian dan kata kata sayang mau pun cacian serta peringatan dari orang-orang di sekitar kita. Karena ketika kita menutup telinga, kita hanya akan membiarkan diri kita mendengar apa yang ingin kita dengar, bukannya pelajaran-pelajaran serta peringatan yang hidup ini teriakan setiap waktu. Menurutku, membuka telinga adalah pintu untuk membuka hati yang mampu menerima segala risiko dan kemungkinan-kemungkinan.

Nah, setelah mematikan musik di telingaku, aku kembali berjalan. Tapi beberapa saat kemudian aku menemui simpangan pertamaku. Ada dua rute jalan yang bisa mengantarku ke toko, yang pertama melewati jalan besar yang ramai kendaraan bermotor serta lebih cepat sampai dan yang kedua melewati gang-gang kecil yang agak sepi dan tentu saja lebih lama sampainya. Dan seperti yang kalian sudah bisa tebak, aku pasti memilih jalan yang kedua. Hahaha. Awalnya sempat ragu, mengingat hari masih lumayan pagi dan perjalanan yang panjang, tapi seperti itulah hidup, jika kalian memilih jalan yang banyak dilalui orang, kalian hanya akan sama seperti orang-orang lainnya dan aku tidak mau menjadi sama. Aku ingin menjadi berbeda.

Rute nomor dua yang kupilih :)
Rute nomor dua yang kupilih 🙂
Selfie dulu XD
Selfie dulu XD

Sebenarnya, aku ingin menceritakan lebih rinci tentang perjalananku serta menjelaskan perasaan-perasaanku setiap kali aku mengambil foto, tapi sepertinya posting-an ini akan menjadi sangaaaat panjang dan kalian bakal mati bosan karena itu. hahaha. Akhirnya, aku putuskan untuk menceritakan hal-hal penting saja. Berikut foto-foto pemandangan selama perjalanan, jalan-jalan di kampungku ini sepi ya, padahal sudah jam tujuh loh.

Jalan lurus menuju rumahku, lumayan sepi di pagi hari :)
Jalan lurus menuju rumahku, lumayan sepi di pagi hari 🙂
Bandara Beringin. Rumahku melewati Bandara kecil di kota ini. Kebayang kan betapa jauhnya rumahku dari pusat kota. Hahaha.
Bandara Beringin. Rumahku melewati Bandara kecil di kota ini. Kebayang kan betapa jauhnya rumahku dari pusat kota. Hahaha.
Pintu-pintu rumah belum terbuka
Pintu-pintu rumah belum terbuka
20140717_075120
Tahu gak sih, jalan sesepi ini aja gue masih diklaksonin sama orang! -_-“
Masih banyak hutannya kan? XD
Masih banyak hutannya kan? XD

Selama perjalanan dari rumah ke toko ini aku hanya berhenti satu kali untuk minum tapi sempat terlintas di benakku untuk pergi ke rumah teman-teman SD-ku dulu untuk sekedar menyapa dan melepas lelah. Namun akhirnya kuurungkan niatku itu karena aku tahu hal itu hanya akan membuatku berakhir keasyikan ngobrol dan melupakan tujuanku semula untuk sampai ke toko. Kadang hidup juga seperti itu, kita tergoda untuk berhenti dan bercengkrama dengan teman-teman kita tentang tujuan-tujuan serta keberhasilan-keberhasilan kita, hingga akhirnya kita terbuai dengan kegiatan itu dan perlahan-lahan melupakan goal besar kita di depan. Bagiku, beristirahat dan menyenangkan diri dengan berbagi kisah pada orang lain itu perlu untuk menambah motivasi kita dalam hidup tapi kemudian janganlah menjadi pongah; jangan cepat puas dan berbangga hati jika belum sampai ke tujuan.

Take a rest! Selfie bareng pengendara motor.
Take a rest! Selfie bareng pengendara motor.

Di tengah perjalanan aku bertemu seorang pemulung berbaju biru. Awalnya aku tidak ingin memotretnya, tapi akhirnya kupotret juga karena pemulung itu mengingatkanku pada satu tujuanku yang tidak jadi kulaksanakan dalam perjalanan ini, yaitu: menjadi seorang pemulung.

Hahaha, serius, aku tidak bercanda. Aku ada niat untuk memunguti gelas-gelas air minum mineral sepanjang perjalananku ini, tapi akhirnya kubatalkankarena aku lupa bawa kantong plastik. Selain itu, aku masih punya rasa malu untuk melakukannya. Padahal, jika ingin memulai sebuah perjalanan kita harus meninggalkan rasa malu itu di rumah karena perjalanan tidak akan menyenangkan kalau kita masih dirundungi rasa malu untuk menjalaninya.

20140717_081204

Ada kejadian menarik saat aku memotret pemulung itu, tiba-tiba ibu pemulung itu menoleh kepadaku dan menyadari kalau aku sedang memotretnya dengan kamera handphone-ku. Coba lihat foto di bawah, dia melihat langsung ke arahku. Hahahaha.

20140717_081209

 Sontak saja aku menurunkan kameraku dan berjalan melewatinya, kuberikan senyumku saat mata kami bersinggungan dan anehnya, dia juga balas tersenyum. Untuk beberapa detik aku terpana, lalu terus melanjutkan perjalananku. Tapi sambil terus berjalan aku merenungi kejadian singkat itu. Bagaimana seorang pemulung masih punya rasa untuk membalas senyuman orang lain? Selama ini yang ada di benakku, orang-orang yang hidup pada garis kemiskinan atau di bawahnya sudah tidak punya lagi selera untuk tersenyum. Kebanyakan dari mereka yang kutemui lebih senang mengeluh tantang harga pangan yang terus melonjak dan pemerintah yang tak kunjung memberi mereka subsidi mau pun tunjangan. Tapi pemulung itu berbeda dari yang banyak kutemui itu dan aku pun langsung menyadari bahwa Tuhan itu adil. Ia tidak menciptakan si miskin dan si kaya sebagai ukuran kebahagian seseorang, karena Ia memberikan semua orang hak untuk merasa bahagia bagaimana pun kondisinya.

Setelah bertemu pemulung itu, hatiku terasa lebih enteng. Aku pun rasanya ingin cepat-cepat sampai ke toko dan menuntaskan perjalanan ini. Tapi lagi-lagi ketika aku berjalan, aku melihat seorang nenek yang juga sedang berjalan ke arah yang sama di depanku. Mulanya aku tidak begitu peduli, tapi aku terus memperhatikan nenek itu dan menyadari kalau ia sepertinya ingin pergi ke pasar. Dan benar saja, nenek itu berbelok ke arah pasar yang bertentangan dengan tokoku yang tinggal lurus saja beberapa ratus meter. Untuk beberapa detik aku ragu, tetap berjalan lurus dan sampai ke toko lebih cepat atau memilih jalan memutar, tapi belum sempat otakku memilih, kakiku tiba-tiba saja sudah berbelok mengikuti nenek itu. Hahaha, ini pertanda.

20140717_082357
Ini si Nenek-nya 😀

Sampai di dekat pasar, aku memutuskan berhenti mengikuti nenek itu dan berbelok mencari jalan lain. Terbersit di pikiranku untuk membeli buah dan tiba-tiba saja aku menemukan toko buah yang berada tidak jauh dari jalan yang ingin kutempuh. So, lucky! Akhirnya, dengan sisa uang di dompet yang hanya delapan ribu rupiah aku membeli beberapa buah jeruk. Tapi karena ini bulan puasa, aku memutuskan untuk memakan jeruk itu setibanya di toko.

20140717_082841
Si bibik… XD
20140717_082849
Ini jeruk yang kubeli

Akhirnya tibalah aku di tanjakan terakhir menuju toko Mama. Aku sudah tidak ada niatan untuk mampir ke mana-mana lagi, tapi tiba-tiba saja aku ingat kalau dekat tanjakan itu ada toko buku lama yang dulu pernah aku kunjungi bersama (alm)Papa. Lantas, aku pun berhenti dan masuk ke toko buku itu. Hahaha, sumpah, toko buku itu isinya buku jadul semua. Pokoknya buku-buku lama yang sebenarnya sudah tidak lagi di jual tapi si empunya toko  malah tetap menjual buku-bukunya dengan harga normal. Alamak, mana penuh debu lagi! Dua orang penjaga laki-laki dan kasir perempuan itu hanya duduk-duduk saja. Seolah-olah kebersihan buku-buku serta barang jajaan mereka ini bukanlah faktor pendukung terjualnya buku-buku mereka. Bener-bener deh, sampai laba-laba betah bikin sarang di antara rak-rak bukunya. Hiih! Maklum lah, di kota ini minat baca mungkin tidak begitu tampak, berbeda dengan daerah-daerah besar yang penduduknya gemar membaca.

Rak novelnya gini aja, penuh debu... :( Sayang bukunya.
Rak novelnya gini aja, penuh debu… 😦 Sayang bukunya.

 

Toko bukunya di pinggir jalan... :)
Toko bukunya di pinggir jalan… 🙂
Bahahahahak, ada buku ginian coba!
Bahahahahak, ada buku ginian coba!

Tanjakan terakhir aku lalui, dan aku sudah dekat dengan toko. Rasanya berdebar-debar, aku menduga-duga bagaimana reaksi Mama ketika mengetahui anak gadisnya ini menentang perkataannya. Meskipun aku yakin dia tidak akan marah dengan apa yang aku lakukan sih. Hahaha. Dan benar saja, ketika aku sudah sampai di depan toko dan memanggil Mamaku. Wanita paruh baya itu hanya tertawa sambil melayani pembeli yang sedang membeli makanan ayam. Tawa Mama-ku pun menular dan aku ikut tertawa bersama-sama.

Di akhir perjalanan singkatku ini yang hanya memakan waktu dua jam berjalan kaki. Ada perasaan lega di hatiku serta bangga karena berani bersikap beda. Kepuasan yang aku dapatkan rasanya benar-benar nikmat, meski wajahku berlumuran keringat dan kakiku penat, aku benar-benar puas dengan pelajaran yang aku dapatkan hari ini.

20140717_084437
Sampai di tujuan dengan selamat! Ini toko Mama-ku, dari sini dia menghidupi aku dan adekku 😀

Nah, demikian perjalananku hari ini. Sebagai penutup aku hanya ingin menyampaikan pandangan pribadiku tentang perjalanan-perjalanan singkat seperti ini yang sebenarnya bisa mengajari kita banyak hal kalau saja kita mau mencoba, mendengar dan melihatnya dengan lebih jelas.

Cobalah untuk melakukan perjalanan seperti ini beberapa kali dalam hidup kalian, berhentilah melakukan rutinitas yang kalian lakukan setiap hari sesekali dan biarkan pengalaman-pengalaman baru berdatangan. Tapi ada yang harus di ingat di sini adalah, melakukan perjalanan berbeda dengan liburan. Melakukan perjalanan memiliki sebuah tujuan dari satu tempat ke tempat yang lainnya, sementara liburan hanya bertujuan untuk menghibur mata dengan pemandangan-pemandangan. Mereka yang melakukan perjalanan hendaknya mengenakan kaki-kaki mereka untuk bergerak (kalau memang perjalanan itu mampu dilakukan dengan berjalan kaki), karena jika kita melakukan perjalanan mengenakan kendaraan kita tidak punya waktu untuk bermeditasi dan merenungi kehidupan kita melalui apa yang terjadi di sepanjang perjalanan kita. Melalui sebuah perjalanan kita bisa melajar banyak hal karena ketika kita sampai di akhir nanti, kita bisa menjadi orang yang berbeda.

Aku sendiri baru pertama kali melakukan perjalanan seperti ini sekarang, tapi aku berencana akan melakukan lebih banyak perjalanan di kemudian hari. Aku akan membiarkan diriku tersesat untuk menemukan tempat-tempat baru yang belum pernah orang lain datangi, aku ingin menjadi seorang petualang yang menjelajahi gang-gang sempit, jalan-jalan rusak, atau pun tempat-tempat mengerikan, bukannya menjadi turis-turis membosankan yang mendatangi museum atau tempat-tempat bersejarah seolah-olah merasa diri berbudaya dengan mendatangi tempat-tempat seperti itu. Hell yeah, buka aja google untuk melihat lukisan Monalisa! Daripada menyia-nyiakan waktuku untuk melihat tempat-tempat seperti itu, lebih baik aku mencari celah untuk mengamati kebiasaan-kebiasaaan orang setempat yang unik. Hahaha.

Akhir kata, melakukan perjalanan memang tidak memunculkan foto-foto luar biasa seperti saat kita liburan, tapi dengan melakukan perjalanan kita justru memiliki pengalaman lebih banyak untuk diceritakan pada anak cucu kita. Hal itu justru lebih berharga ketimbang foto-foto mati yang tidak mengisahkan apa pun.

Satu respons untuk “[Coretan Dicta] Memulai Sebuah Perjalanan

Tinggalkan komentar