Seribu

“Aku sudah membusuk karena menunggu.”

“Menunggu berapa lama?”

“Seribu tahun lamanya.”

Senja itu dua pasang kaki kita kembali separuh basah di tepi empang. Matamu kembali murung, dan aku kembali termenung. Meski terlihat beda, alasan kita sama.

Menunggu.

“Benarkah? Rasanya baru kemarin kita main layang-layang di lapangan bola kampung.”

“Kamu tidak tahu rasanya jatuh cinta, Arka.”

Aku tersenyum, menelan sembilu.

“Dia lelaki pertamaku, pun kuyakin yang terakhir. Dia pangeran impianku.”

“Tapi pangeran impian hanya ada di dalam mimpi,” selaku untuk yang keseribu kalinya.

“Aku tak peduli. Mau mimpi kek, kenyataan kek. Aku ingin cuman dia.” Mata kenarimu berkilat. “Aku yakin dia bakal kejar aku sampai sini.”

“Tapi dia gak tahu kampung ini kan?”

Kamu terdiam. Mungkin teringat lagi di benakmu kala kamu nekat merantau ke negeri tetangga. Beralasan menjadi TKI, tapi kutahu kamu hanya ingin mengejar mimpi semalammu tentang suami orang berada. Barang tentu, untuk mendapatkan suami yang seperti itu kamu harus berdusta perihal asal usul. Tapi mengingat molek parasmu, bahkan berkata jujur pun orang tak akan percaya.

“Dia mencintaiku, aku tahu, dia mencintaiku.” Kamu berkata lirih, entah untuk yang keberapa kalinya… keseribu kali kah?

Dada ini teriris. Rasanya sudah tak tahan lagi ingin mengungkapkan rasa. Aku ingin kamu tahu, bahkan aku sudah menunggumu lebih dari seribu tahun agar kamu mau menyadari kalau lelaki yang ada di sini mencintaimu lebih dari dirinya sendiri.

Aku… benar tak sanggup lagi. Aku harus mengatakannya sekarang, agar tuntas penantianku selama ini.

“Lastri…” kamu menoleh kepadaku.

“Aku sebenarnya…”

“LASTRI!”

Seseorang meneriakkan namamu dengan lantang. Serentak kita menoleh ke belakang, dan menemukan seorang pria berpakaian necis berdiri di sana. Menatapmu dengan bara api yang kutahu bernama cinta.

“Sultan!”

Kamu berdiri, melemparkan diri pada pelukan pria itu dan menuntaskan seribu tahun penantianmu. Sementara aku, kembali menunggu…

Seribu tahun lagi.

_____

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis.

23 respons untuk ‘Seribu

Tinggalkan komentar